Mengenal Adil Hamka, Pria Muslim Pelukis Interior Tiga Gereja di Timika
Setiap insan manusia yang lahir ke dunia entah apapun keyakinannya sudah sejak terbentuk dalam kandungan ibu sembilan atau delapan bulan memiliki talenta. Namun berapa jumlah talenta itu dimiliki apakah satu, dua, tiga, empat dan lima tergantung dari masing-masing pribadi mengolah dan mengembangkannya menjadi sebuah berkat. Hal ini seperti juga dimiliki oleh Adil Hamka, seorang muslim. Ia memiliki talenta seni melukis. Mau tahu bagaimana Adil memulai meretas kemampuan melukisnya dari otodidak hingga profesional simaklah kisahnya yang ditulis oleh Antonius Djuma Wartawan Timika eXpress saat ditemui pada upacara peresmian Gereja Kuasi Santa Sisilia SP 2 Timika pada Kamis 22 November 2018 lalu.
SIANG itu, Kamis 22 November 2018 menjadi hari penuh bersejarah bagi 2000 ribu umat Kuasi
Foto: Antonius Djuma/TimeX
Adil Hamka
Santa Sisilia SP 2 Paroki Katedral Tiga Raja, Kelurahan Timika Jaya Distrik Mimika Baru. Persis pada hari itu ribuan umat maupun undangan datang berduyun-duyun menghadiri acara peresmian dan pemberkatan bangunan Gereja Santa Sisilia yang kelar setelah 10 tahun dibangun dengan menelan dana Rp26 miliar. Mereka datang ada sebagian berpakaian adat sebagai ciri kas masing-masing suku atau daerahnya. Ada Suku Amungme, Kamoro, Dani, Moni, Damal dan Mee. Selain itu ada Suku Key, Batak, Toraja, Timor. Semuanya membaur menjadi satu keluarga besar dalam Kristus tanpa ada sekat maupun perbedaan. Semuanya nampak gembira dalam satu nada syukur. Mereka sejak pagi pukul 07.00 WIT telah menempati kursi-kursi plastik disiapkan panitia di bawah tenda halaman gereja. Sambil menanti waktu mulainya acara sebagian umat mengisi kesempatan dengan berfoto selfie menggunakan Android. Bahkan langsung di-upload di laman facabook dengan latar gereja mengah dan unik itu. Gereja ini disebut unik karena atapnya menyerupai kabbah masjid atau rumah adat honai dari masyarakat Wamena Kabupaten Jayawijaya Papua. Arsitek bangunan gereja yang letaknya cukup strategis adalah Gregorius Setiadi asal Jakarta.
Pada bagian depan gereja itu dibangun sebuah salib ukuran besar dilengkapi lampu. Bila pada malam hari biasan rona cahaya kuningnya menambah aura keindahan bahkan kemegahan gereja.
Indahnya gereja beratap enamel dari bahan besi baja lempeng berwarna kuning melambangkan sukacita, kemenangan, kekudusan dan kemurnian serta cahaya ilahi dalam gereja Katolik Roma tidak hanya tampak dari luar saja. Kemegahan dan terkesan minimalis serta apik tertata rapi juga bisa dinikmati oleh umat di bagian dalamnya.
Seperti pada umumnya di gereja-gereja katolik Roma lainnya terpasang sebuah salib besar berkorpus pada tembok dinding di bagian altar. Selain itu dilengkapi gambar kisah sengsara tentang 14 perhentian Yesus disiksa memanggul salib menuju Gunung Kalfari. Dilengkapi pula lukisan nama-nama kudus pelindung dari 21 Kelompok Umat Basis (KUB).
Suasana semakin menambah teduh dan indah adanya lukisan awan dan gunung pada gantungan salib utama di bagian altar. Lukisan serupa juga terlihat indah pada bagian plafon perpaduan warna biru dan putih.
Dibalik semua lukisan indah tersebut, baik gambar orang kudus pada dinding balkon maupun gunung serta awan merupakan hasil permainan kuwas dari tangan lembut sosok pria bernama Adil Hamka. Pria asal Bugis kelahiran Tual 05 Mei 1974 ini memiliki talenta sangat luar biasa. Hasil polesan tangan pria 44 tahun itu seolah-olah mengundang rasa kagum dari ribuan umat.
Bahkan Adil juga mungkin tidak pernah menyangka kalau namanya disebut dan dipanggil tampil kedepan oleh Pater Amandus Rahadat Pr, selaku Pastor Paroki pada saat memberikan laporan pertanggungjawaban dana pembangunan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut memberikan sumbangan dan mensupport rampungnya gereja itu.
Pria yang sudah 20 tahun malang melintang menekuni dunia lukis kepada Timika eXpress menuturkan dirinya memiliki jiwa seni spektakuler hingga saat ini merupakan hasil belajar secara otodidak. Ia mulai mengetahui dirinya punya kelebihan sejak kecil. Adil demikian ia disapa bukan jebolan sekolah seni. Tetapi pendidikan formalnya ia habiskan di SD, SMP dan SMA Muhamadiah Jakarta.
Adil kecil hidup bersama ibunda dan kakak tertuanya. Ia ditinggalkan oleh H Ambo ayahnya saat masih kelas dua SD. Ayahnya seorang mantan jaksa di Pengadilan Negeri Tual.
Pria sepuluh bersaudara (lima pria dan lima perempuan) ini mengisahkan mulanya ia mengasah kemampuan melukisnya semasi tinggal di Jakarta sewaktu masih SMA. Sepulang sekolah sekedar iseng ia melukis taman pada sebuah dinding rumah warga Jakarta Utara. Hanya saja nama pemilik rumah itu ia telah lupa.
Setamat SMA ia pun pulang Makassar. Selama di kota daeng sambil kerja serabutan pada sore hari sekedar menyalurkan bakat dirinya berjalan dari lorong ke lorong. Ia mencari tembok di setiap gang atau lorong di kompleks rumah warga. Tembok yang ditemui sudah penuh coretan ulah vandalisme anak-anak ia bersihkan dengan sisa cat seadanya yang dibawanya dari tempat kerja sebagai buruh bangunan. Setelah kering keesokan harinya ia lanjutkan menuangkan idenya dengan menggambar apa saja. Biasanya hasil lukisannya bertahan hanya selama enam bulan setelahnya sudah kembali penuh coretan.
Setelah berjibaku bersama waktu di Makassar, pada tahun 1996 dirinya memutuskan merantau mengadu nasib di Timika. Ia lalu bekerja serabutan di Kuala Kencana. Suatu kesempatan ia diminta mengecat kembali tulisan warna terminal riskam area tambang di Tembagapura yang sudah pudar.
Melihat hasilnya bagus dari situlah dirinya dikenal Freeport. Ia juga secara rutin mulai dipanggil untuk mengecat. Namun biaya ongkos kerjanya tidak seberapa. Sebab memang kerjanya tidak seberapa pula cuman memperbaiki cat-cat yang telah pudar termakan usia.
Bahkan berkat keuletannya ia dipakai oleh bule-bule untuk dekorasi ‘Lupa Lelah Club (Bar & Restaurant), Tembagapura’
dan di Kuala Kencana wilayah dataran rendah.
Pada tahun 1997 setelah merasa sudah yakin dengan kemampuan talenta dimiliki ia memutuskan menetap di Timika hingga sekarang.
Sejak masa-masa itu kadang setahun dipakai oleh Freeport kadang juga tidak lagi.
Rupanya bagaikan gayung bersambut. Suatu waktu ia dipertemukan dengan Jhon Rettob melalui anak-anak komplek Jalan Pattimura dan Busiri. Kebetulan saat itu ia tinggal di kos-kosan di wilayah tersebut.
Dirinya dipakai untuk memperbaiki lukis interior Gereja Santo Stefanus Sempan.
“Saat itu kita dipanggil untuk perbaiki lukisan karena tidak sesuai dengan keinginan pak Jhon. Waktu itu kita coba saja. Lihat hasilnya ternyata bagus,” kisahnya.
Sejak itu pula sampai sekarang hampir lima tahun dirinya dipakai oleh gereja.
Selepas di Gereja Sempan dirinya dipanggil oleh Pater Amandus untuk melukis interior Gereja Katedral. Pater Amandus mengenalnya dari Jhon Rettob hingga ia dipakai di Gereja Santa Sisilia.
Disinggung dirinya seorang muslim melukis gambar kudus bukan keyakinannya Adil merasa itu bukan masalah baginya. Baginya manusia diberikan bakat dan talenta oleh Tuhan untuk dipergunakan sebaik mungkin. Sebab sesuai ajaran agamanya (muslim) menganjurkan boleh membantu siapa saja apapun keyakinannya.
“Semua agama menganjurkan kita mencari nafkah kan? Masa ada agama yang suruh kita bermalas-malasan?” katanya.
Hebatnya pria beranak satu ini meskipun sudah memiliki skill yang mumpuni setiap ada tawaran pekerjaan tidak pernah mematok harga tinggi. Bicara harga masih bisa dinego.
Baginya selama melayani pelanggan bukan soal berapa besar keuntungan didapatnya melainkan bagaimana memberikan service, terutama kualitas dan kepuasan pelanggan diutamakan.
“Kalau harga saya biasanya tidak patok berapa. Tergantung kemampuan dari pemesan mau bayar berapa,” tuturnya merendah.
Dalam melukis biasanya ia juga mengalami suka dan duka. Dukanya kadang bahan habis pemiliknya belum mempunyai dana untuk pengadaan material. Sementara pelanggan ingin kualitas lukisan bagus dan awet mesti juga didukung dengan mutu cat baik tapi terkendala mahal.
“Kadang ada yang senang keluarkan uang beli bahan melihat puas hasilnya. Tapi ada yang senang supaya hasilnya bagus, kendalanya kemampuan keluarkan uang sangat sulit. Ini kadang menjadi kendala kita saat kerja,” tuturnya.
Ia mengisahkan untuk lamanya kerja pengecatan seperti latar salib Santa Sisilia hanya membutuhkan waktu tiga minggu. Cepat atau lambat semua tergantung dari ketersediaan bahan. Menyelesaikan lukisan interior Gereja Santa Sisilia ia pekerjakan enam orang helper. Mereka lebih pada tangani pekerjaan sifatnya kasar (amplas). Tetapi sudah masuk pada tahap pengerjaan halus dan finishing diambil alih olehnya. Membuat lama katanya kadang dalam perjalanan pelanggan selalu berubah ide terpaksa harus rubah lagi konsepnya. Semuanya diikuti dan lukisan yang dihasilkan atas permintaan pemesan dirinya hanya sebatas memberikan sedikit masukan. “Pas lagi kerja pater minta ada sedikit perubahan ya kita ikuti saja,” katanya.
Melalui karya seni lukisannya ia banyak dikenal orang.
Bahkan Adil menyadari bakat yang dimiliki adalah pemberian dari Tuhan harus disalurkan bagi orang lain sebagai berkat bukan untuk disimpan sendiri. Selain itu dirinya juga sangat merasakan melalui karya-karyanya bisa mendapat penghasilan guna menafkai keluarga. (*)
Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Mengenal Adil Hamka, Pria Muslim Pelukis Interior Tiga Gereja di Timika . Silahkan membaca berita lainnya.