Tuntut Ganti Rugi Lahan, Warga Kapiraya Blokade Lapter
pada tanggal
Wednesday, 23 January 2019
Edit
Ini adalah berita terbaru dan menarik dengan judul Tuntut Ganti Rugi Lahan, Warga Kapiraya Blokade Lapter. Silahkan baca dan menyimak artikelnya.

Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Tuntut Ganti Rugi Lahan, Warga Kapiraya Blokade Lapter . Silahkan membaca berita lainnya.
![]() |
Plt. Kepala Dinas Perhubungan (Diahub) Mimika, Yan S.Purba.(Foto-Dok-Sapa) |
SAPA (TIMIKA) – Masyarakat Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah, memblokade lapangan terbang (Lapter) setempat sejak September 2018. Warga menuntut Pemkab Mimika membayar ganti rugi terhadap lahan yang digunakan untuk Lapter.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Mimika Yan Selamat Purba yang dihubungi di Timika, Selasa (22/1), mengatakan, blokade Lapter Kapiraya berupa 'sasi adat' dilakukan oleh warga setempat pada September 2018.
"Ada pemahaman yang salah di tingkat masyarakat bahwa Dinas Perhubungan akan membayar ganti rugi lahan Lapter Kapiraya. Kenyataannya tidak demikian. Tapi karena masyarakat sudah terprovokasi, mereka lalu melakukan sasi adat atas Lapter tersebut," jelas Purba.
Menurut Purba, sepanjang 'sasi adat' tersebut tidak dibuka oleh masyarakat Kapiraya, pelayanan penerbangan perintis ke wilayah itu tidak bisa dilakukan.
"Sepanjang sasi itu tidak dibuka, tidak mungkin penerbangan perintis ke sana bisa dilanjutkan. Tentu yang rugi masyarakat sendiri. Tolong ini dipahami secara baik," pinta Purba.
Ia menjelaskan keputusan untuk membayar ganti rugi lahan Lapter Kapiraya bukan menjadi tanggung jawab Dishub, melainkan Bagian Pertanahan Pemkab Mimika.
Lapter Kapiraya dibangun Pemkab Mimika sejak 2012 dengan panjang keseluruhan mencapai 1.600 meter dan lebar 30 meter. Namun saat ini yang dioperasikan untuk pelayanan penerbangan perintis hanya sepanjang 600 meter.
Lapter tersebut secara resmi beroperasi untuk menunjang penerbangan perintis sejak 2015.
Tak jauh dari lokasi Lapter Kapiraya yang dibangun Pemkab Mimika, juga terdapat sebuah Lapter baru yang dibangun oleh Pemkab Deiyai.
"Sebelah atas Lapter Kapiraya tampaknya ada lapangan terbang baru yang dibangun oleh Pemkab Deiyai. Sepertinya mereka mengubah fungsi bekas jalanan perusahaan kayu (logging) untuk dijadikan lapangan terbang," kata Purba.
Purba menilai keberadaan Lapter Kapiraya yang baru tersebut suatu saat bisa menimbulkan konflik kepentingan antara Kabupaten Mimika dengan Kabupaten Deiyai.
"Kami tidak tahu mereka mendapatkan izin dari siapa, yang jelas lokasi lapangan terbang baru itu masih berada di wilayah dataran rendah yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Mimika," tuturnya.
Keberadaan Lapter Kapiraya yang baru tersebut juga telah dilaporkan oleh Kepala Distrik (camat) Mimika Barat Tengah kepada Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
Wilayah dataran rendah Mimika mulai dari Potowayburu (Distrik Mimika Barat Jauh) perbatasan dengan Kabupaten Kaimana hingga Jita di perbatasan dengan Kabupaten Asmat merupakan kawasan pemukiman masyarakat Suku Kamoro (Mimika).
Keberadaan suku-suku pegunungan di wilayah Kapiraya dan sekitarnya baru terjadi pada era 1990-an hingga awal 2000-an bersamaan dengan beroperasinya perusahaan kayu PT Djayanti Grup. (Ant)
"Ada pemahaman yang salah di tingkat masyarakat bahwa Dinas Perhubungan akan membayar ganti rugi lahan Lapter Kapiraya. Kenyataannya tidak demikian. Tapi karena masyarakat sudah terprovokasi, mereka lalu melakukan sasi adat atas Lapter tersebut," jelas Purba.
Menurut Purba, sepanjang 'sasi adat' tersebut tidak dibuka oleh masyarakat Kapiraya, pelayanan penerbangan perintis ke wilayah itu tidak bisa dilakukan.
"Sepanjang sasi itu tidak dibuka, tidak mungkin penerbangan perintis ke sana bisa dilanjutkan. Tentu yang rugi masyarakat sendiri. Tolong ini dipahami secara baik," pinta Purba.
Ia menjelaskan keputusan untuk membayar ganti rugi lahan Lapter Kapiraya bukan menjadi tanggung jawab Dishub, melainkan Bagian Pertanahan Pemkab Mimika.
Lapter Kapiraya dibangun Pemkab Mimika sejak 2012 dengan panjang keseluruhan mencapai 1.600 meter dan lebar 30 meter. Namun saat ini yang dioperasikan untuk pelayanan penerbangan perintis hanya sepanjang 600 meter.
Lapter tersebut secara resmi beroperasi untuk menunjang penerbangan perintis sejak 2015.
Tak jauh dari lokasi Lapter Kapiraya yang dibangun Pemkab Mimika, juga terdapat sebuah Lapter baru yang dibangun oleh Pemkab Deiyai.
"Sebelah atas Lapter Kapiraya tampaknya ada lapangan terbang baru yang dibangun oleh Pemkab Deiyai. Sepertinya mereka mengubah fungsi bekas jalanan perusahaan kayu (logging) untuk dijadikan lapangan terbang," kata Purba.
Purba menilai keberadaan Lapter Kapiraya yang baru tersebut suatu saat bisa menimbulkan konflik kepentingan antara Kabupaten Mimika dengan Kabupaten Deiyai.
"Kami tidak tahu mereka mendapatkan izin dari siapa, yang jelas lokasi lapangan terbang baru itu masih berada di wilayah dataran rendah yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Mimika," tuturnya.
Keberadaan Lapter Kapiraya yang baru tersebut juga telah dilaporkan oleh Kepala Distrik (camat) Mimika Barat Tengah kepada Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
Wilayah dataran rendah Mimika mulai dari Potowayburu (Distrik Mimika Barat Jauh) perbatasan dengan Kabupaten Kaimana hingga Jita di perbatasan dengan Kabupaten Asmat merupakan kawasan pemukiman masyarakat Suku Kamoro (Mimika).
Keberadaan suku-suku pegunungan di wilayah Kapiraya dan sekitarnya baru terjadi pada era 1990-an hingga awal 2000-an bersamaan dengan beroperasinya perusahaan kayu PT Djayanti Grup. (Ant)
Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Tuntut Ganti Rugi Lahan, Warga Kapiraya Blokade Lapter . Silahkan membaca berita lainnya.