Seorang Anak Penderita DBD Meninggal di Timika
“Pasien DBD yang pada fase dengue shock syndrome ini dirawat di ICU, tetapi saat anak itu dirujuk, ruang ICU di RSMM dalam keadaan penuh. Akhirnya korban ditangani di UGD dengan observasi ketat”
TIMIKA,TimeX
Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) terus menjadi ancaman bagi warga Mimika. Akibat gigitan nyamuk aedes aegypti ini telah merenggut nyawa seorang anak berusia 6 tahun atas nama Rangga Nathaniel Tanggulungan pada Sabtu (2/3) lalu. Bocah yang baru duduk di TK B Yayasan Tabita Sion di Jalan Kesehatan itu menghembuskan napas setelah menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM). Rangga Nathaniel Tanggulungan adalah pasien rujukan dari Rumah Sakit Kasih Herlina.

Foto: Santi/TimeX
dr Theresia Nina N
“Kami terima korban ini dari rujukan Rumah Sakit Kasih Herlina pada Sabtu subuh,” tutur dr Theresia Nina N, Wakil Direktur RSMM saat ditemui Timika eXpress di ruang kerjanya, Selasa (5/3).
Ia menjelaskan korban saat dirujuk sudah dalam fase dengue shock syndrome sehingga pada Sabtu paginya tidak bisa diselamatkan.
“Karena anak umur begitu kalau sudah masuk fase shock dan asupannya juga tidak bagus, makin tidak bisa terkejar. Kami sudah berusaha dengan semaksimal mungkin,” tuturnya.
Theresia demikian ia biasa disapa menjelaskan fase kritis pasien demam berdarah adalah hari keempat dan kelima. Di mana pada hari pertama anak terkena deman tidak langsung diketahui positif demam berdarahnya. Kasus tersebut dialami korban yang dirujuk ke RSMM saat telah memasuki hari keempat setelah dirawat di Rumah Sakit Kasih Herlina.
Kondisi korban saat dirujuk ke RSMM katanya trombosit pun sudah turun jauh 20.000 dari kondisi normal yang seharusnya berada di atas 150.000.
“Pasien DBD yang pada fase dengue shock syndrome ini dirawat di ICU, tetapi saat anak itu dirujuk, ruang ICU di RSMM dalam keadaan penuh. Akhirnya korban ditangani di UGD dengan observasi ketat,” jelasnya.
Ia juga meminta maaf kepada keluarga bahkan sayangkan sampai korban meninggal. Padahal pihak RSMM sudah berusaha semaksimal mungkin dari sisi medis.
“Saat datang memang kondisinya sudah parah dan kami sudah berikan edukasi kepada keluarga korban,” katanya.
Ia mengatakan padahal dalam kasus DBD, kritisnya itu pada hari ke empat dan ke lima. Kadang-kadang orangtua menganggap anak-anak hanya terkena demam biasa sehingga tidak langsung dibawa ke dokter atau biasanya sudah dibawa ke dokter tapi belum ketahuan gejala-gejalanya.
Diketahui kasus DBD belakangan ini di Kabupaten Mimika memang mengalami lonjakan. Sejak Januari hingga Maret 2019, RSMM Timika telah menangani lima pasien kasus DBD. Dari lima pasien yang tertangani itu, baru satu pasien yang meninggal dunia.
Adapun empat pasien DBD lainnya ada yang berasal dari Timika dan ada pula pasien rujukan dari Kabupaten Asmat.
“Kasus DBD di Timika sebetulnya relatif sangat jarang, tapi akhir-akhir ini mulai meningkat. Kami memprediksi, mungkin ini bawaan dari luar Timika,” katanya.
Theresia berharap Pemkab Mimika bersama jajaran terkait lainnya bergerak cepat untuk mengatasi penyebaran kasus DBD di Kota Timika dengan memperhatikan sanitasi atau kebersihan lingkungan.
“Bukan hanya vogging saja, masyarakat sendiri harus ada gerakan untuk membersihkan lingkungan sekitar supaya jangan ada genangan air untuk pertumbuhan jentik nyamuk, membersihkan sampah-sampah, botol-botol bekas yang menjadi tempat nyamuk bersarang,” katanya.
Ia juga menyarankan para orangtua di wilayah ini juga lebih peka melihat perkembangan dan kondisi kesehatan putra-putri mereka.
“Kalau anak mengalami demam atau panas tinggi lebih dari tiga hari, segera periksakan anak ke dokter agar penanganannya lebih cepat,” sarannya.
Adapun jenazah Rangga Nathaniel Tanggulungan, warga Jalan Kesehatan Timika Indah, pada Selasa siang telah diterbangkan menuju Makassar untuk dikebumikan di kampung halaman orangtuanya di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan.
Selain itu sesuai informasi diterima Timika eXpress di Puskesmas Jileale SP 3 juga menangani kurang lebih empat pasien DBD. Namun Kepala Puskesmasnya saat hendak dikonfirmasi media ini pada Selasa (5/3) belum bisa dikonfirmasi lantas tidak ada tempat.
Sesuai data Dinkes Mimika, terjadi peningkatan jumlah pasien kasus DBD di wilayah itu sejak Januari-Maret 2019 yang mencapai 20-an kasus. Pasien DBD terbanyak ditangani oleh Rumah Sakit Tembagapura, disusul RSUD Mimika dan RSMM Timika.
Dinkes Mimika pada 12 Februari lalu telah menerbitkan surat kewaspadaan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD yang ditujukan kepada kepala kelurahan dan RT.
Bahkan Dinkes dalam surat kewaspadaan KLB meminta aparatur pemerintahan tingkat bawah itu agar terlibat aktif dalam upaya memutus mata rantai penularan DBD dengan cara bersih lingkungan, pemberantasan sarang nyamuk dan 3M plus. (san)
Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Seorang Anak Penderita DBD Meninggal di Timika . Silahkan membaca berita lainnya.