Aksi Demo Unik di Abepura, Pengunjuk Rasa Papua Tampilkan "I Love Polwan"
pada tanggal
Tuesday, 9 September 2025
Edit
JAYAPURA, LELEMUKU.COM – Aksi demonstrasi di kawasan Lingkaran Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua pada Selasa, 2 September 2025 siang berlangsung dengan suasana yang kondusif.
Ratusan mahasiswa dan pemuda Papua turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutan penting, termasuk pemindahan empat tahanan politik dari Sorong ke Makassar, penghentian militerisme di Papua, serta penghentian eksploitasi tambang di tanah adat Papua.
Namun, perhatian publik tertuju pada salah satu pengunjuk rasa yang menarik perhatian dengan aksi uniknya.Seorang pria Papua tampil dengan tubuh bagian atas telanjang, hanya mengenakan kain tradisional dan mengikatkan selembar kertas bertuliskan "I Love Polwan" di pinggangnya.
Pesan ini menuai berbagai tafsiran, apakah sebagai bentuk dukungan terhadap kepolisian, khususnya polisi wanita (Polwan), atau sekadar ekspresi flirting yang kreatif di tengah aksi demonstrasi.
Pria tersebut tampak percaya diri, bergabung dengan massa yang membawa spanduk simbol aksi damai.
Aksi demo berlangsung tertib, didukung oleh kehadiran aparat keamanan yang mengawasi dari kejauhan.
Peserta demo, yang mayoritas dari berbagai universitas id Kota Jayapura, seperti Uncen, USTJ dan kampus lainnya mengenakan pakaian almamater, mereka membawa poster dan berbicara melalui pengeras suara yang dipasang di mobil komando.
Demo ini berfokus pada pemindahan empat tahanan politik dari Sorong ke Makassar, yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak mereka, serta meminta pembebasan dan pengembalian tahanan tersebut ke Papua.
Tuntutan lain meliputi penghentian militerisme di wilayah Papua, dengan desakan untuk menarik pasukan militer non-organik yang dianggap memperburuk situasi keamanan dan meresahkan warga sipil.
Selain itu, demonstran juga menyerukan penghentian eksploitasi tambang di tanah Papua, yang diyakini merugikan masyarakat adat dan lingkungan. Isu ini sejalan dengan protes sebelumnya terhadap proyek strategis nasional (PSN) dan perusahaan seperti PT Freeport Indonesia, yang sering dikritik karena dampaknya pada ekosistem dan kedaulatan rakyat Papua.
Ada pula sentimen yang lebih luas, seperti penolakan terhadap Undang-Undang TNI dan RUU Polri, serta permintaan untuk menghentikan kriminalisasi dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembukaan akses bagi jurnalis asing untuk meliput situasi di Papua. (Evu)