-->

Komisi IV DPR Serap Aspirasi Masyarakat Adat Pemilik Ulayat

Ini adalah berita terbaru dan menarik dengan judul Komisi IV DPR Serap Aspirasi Masyarakat Adat Pemilik Ulayat. Silahkan baca dan menyimak artikelnya.
Tim Komisi IV DPR RI dan rombongan mitra kerja yang dipimpin oleh Michael Wattimena menyerap aspirasi dari masyarakat adat pemilik hak ulayat.(Foto-Antara)

SAPA (JAYAPURA) - Tim Komisi IV DPR RI dan rombongan mitra kerja yang dipimpin oleh Michael Wattimena menyerap aspirasi dari masyarakat adat pemilik hak ulayat terkait pengelolaan hutan di Kota Jayapura, Papua, Jumat (15/2).

Pada kegiatan yang digelar di kompleks pengelolaan kayu PT Mansinam Global Mandiri (MGM) di Kelurahan Abepantai, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Michael Wattimena yang datang bersama tiga rekannya dari Komisi IV DPR RI yakni Endro Hermono, Hasanudin AS, dan Soleman Hamzah mendengarkan langsung keluhan masyarakat adat dan pelaku industri kecil.

Daud Masari, Ketua Dewan Adat Wilayah Oktim yang meliputi empat distrik di Kabupaten Jayapura yakni Unurumguay, Yapsi, Kaureh, dan Airu mengungkapkan bahwa bersama 15 orang ondoafi atau masyarakat adat pemilik hak ulayat hutan, telah mendatangi dan bertemu dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) guna menyampaikan aspirasi terkait pengelolaan hutan.

"Dengan harapan aspirasi kami bisa didengar, hutan adat yang menghasilkan kayu untuk kesejahteraan kami agar jangan dinilai ilegal oleh pemerintah," katanya.

Bersama pelaku industri skala kecil dan menengah, kata dia, masyarakat adat sebagai pemilik hutan adat mengelola untuk menghidupi keluarga dari hasil alam, hanya saja belakangan ini mulai dilarang dan dikatakan ilegal oleh perangkat pemerintah lewat instansi teknis terkait.

"Kami hidup dengan industri kecil sebagai mitra untuk mendapatkan penghidupan, tapi dikatakan ilegal ketika hasil olahan kayu dijual ke Surabaya, sementara HPH adalah mitra pemerintah yang mengelola lahan yang sangat luas, coba ada keadilan," katanya pula.

Dia juga berharap Komisi IV DPR RI dan mitra kerjanya dapat segera membuat suatu kebijakan yang memihak kepada masyarakat adat.

"Jangan sampai kami dinilai ilegal dan kami tidak bisa ikut Pemilu 2019, karena hasil kayu kami ilegal, berarti kami ini ilegal. Jangan hal ini terjadi, kami adalah masyarakat adat sebagai pemilik ulayat, berikan kami keadilan, kebijakan yang berpihak," ujar Daud Masari mengharapkan.

Roberth Rumban, Ketua Forum Lembaga Adat Nawa dari Kabupaten Jayapura ikut menegaskan bahwa hasil kayu olahan pelaku industri kecil yang merupakan mitra kerja masyarakat adat pemilik hak ulayat ternyata dinilai ilegal oleh pemerintah, sehingga kerja sama yang saling menguntungkan itu kini macet.

"Anak-anak kami yang sedang sekolah, berkuliah kini terlunta-lunta karena terkendala biaya akibat hasil hutan milik orang tuanya dikatakan ilegal. Kalau begini, kami masyarakat adat Papua juga ilegal karena hasil hutan kami dinilai demikian," kata Roberth.

Ketua Indonesia Sawmill and Wood Working Association (ISWA) atau Asosiasi Pengusaha Kayu Gergaji dan Olahan Indonesia Provinsi Papua Daniel Garden mengungkapkan bahwa kayu hasil olahannya yang dikirim ke Surabaya telah ditahan dan ditangkap beberapa waktu lamanya karena terkendala norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).

"Kami pelaku industri 6.000 kubik ke bawah termasuk ratusan unit pelaku industri 2.000 kubik ke bawah. Kami harapkan hari ini ada solusi, karena bertahun-tahun kami beraktivitas, kami ditempatkan di ranah abu-abu, sehingga industri kayu mati suri," katanya.

Harapannya, kata Daniel lagi, ada payung hukum yang bisa menjadi solusi untuk industri kecil ke bawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat yang menjadi mitranya.

"Kami mau ikut aturan, tapi yang mana. Kami mau ikut, tapi dikatakan ilegal. Kontribusi Papua soal kayu sangat luar biasa, kami hidup juga di sini, hasil hutan, hasil kayu, tapi terhambat soal regulasi. Coba ini dipahami dan dibuat aturan yang jelas," kata Daniel.

Mendengar keluhan atau aspirasi tersebut Michael Wattimena menyampaikan terima kasih dan aspirasi tersebut akan segera dipelajari dan digodok bersama dengan mitra kerja yakni dengan kementerian terkait.

"Terima kasih, kami sudah mendapatkan poin-poin penting terkait persoalan ini, di antaranya permintaan akses legal bagi masyarakat adat untuk kelola hutan dan regulasinya," katanya.

Sedangkan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Ditjen PHPL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr Rufiie mengatakan bahwa terkait dengan aspirasi yang disampaikan termasuk industri kayu itu sudah ada aturannya.

"Soal kayu yang ditahan di Surabaya itu Gakkum yang berwenang. Soal NSPK, semua aturan ada di sana dan sedang berproses sudah masuk di menteri. Ini pasti dibahas, agar tidak lewat, KLHK sangat berhati-hati soal ini, semua dipelajari dan tidak terburu-buru," kata Rufiie. Usai mendengarkan aspirasi Tim Komisi IV DPR RI dan rombongan serta mitra kerja dari pemerintah melihat lebih dekat hasil kayu olahan milik PT MGM.

Mitra kerja Komisi IV DPR RI yang hadir di antaranya dari Kementan yakni Kepala Badan Litbang Dr Fadjry Djufry, Direktur Irigasi Ir Rahmanto, Direktur Polbangtan Manokwari Drh Purwanta, Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Ir Warjito, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ir Dedi Junaedi.

Sedangkan dari KKP yakni Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Dr Aryo Hanggono, Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan Ir Arik Hari Wibowo. Dari KLHK yakni Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Ditjen PHPL Dr Rufiie, dan dari Bulog serta Pupuk Kaltim yakni Direktur Komersial Judith J Dipodiputro dan Direktur Teknik dan Pengembangan Pupuk Kaltim Satriyo Nugroho. (Antara)

Terima kasih karena telah membaca informasi tentang Komisi IV DPR Serap Aspirasi Masyarakat Adat Pemilik Ulayat . Silahkan membaca berita lainnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel