-->

Kelurahan Koya Barat, Dari Hutan Belantara Menjadi Permukiman Strategis di Perbatasan Papua

Kelurahan Koya Barat, Dari Hutan Belantara Menjadi Permukiman Strategis di Perbatasan Papua

JAYAPURA - Kelurahan Koya Barat yang kini menjadi bagian penting dari Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, menyimpan sejarah panjang tentang transformasi wilayah dari hutan belantara menjadi kawasan permukiman modern yang strategis. Sejak awal 1970-an, wilayah ini masih berupa hutan lebat dan belum dihuni secara permanen.

Perubahan besar dimulai pada tahun 1980, ketika sejumlah suku adat setempat seperti Suku Ramela dan Suku Rollo (Skouw), serta suku-suku dari Kampung Koya Koso seperti Wemson Elsenggi, Sabal, dan Waskay, menyerahkan hak atas tanah adat kepada Pemerintah Daerah Provinsi Irian Jaya. Proses ini berlangsung di bawah kepemimpinan Gubernur Isack Hindom dan Bupati Jayapura saat itu, Barnabas Youwe.

Pasca pelepasan hak atas tanah tersebut, pada tahun 1981 kawasan seluas sekitar 3.600 hektare mulai dibuka sebagai lokasi permukiman transmigrasi. Wilayah ini kemudian dihuni oleh sekitar 500 kepala keluarga, dengan komposisi 75 persen berasal dari Jawa dan 25 persen dari Papua. 

Proses transmigrasi dikoordinasikan oleh Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) di bawah Departemen Transmigrasi. Beberapa tokoh yang menjabat sebagai Kepala UPT antara lain Gunarto, Paulus, dan Sriwiyanto.

Pada tahun 1983, warga transmigrasi mulai menggarap lahan dengan bercocok tanam, meski masih terbatas pada komoditas palawija. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1985, pemerintah mulai memberikan sertifikat kepemilikan tanah kepada para transmigran, sebagai bentuk pengakuan resmi atas hak tinggal mereka.

Tahun 1986 menjadi tonggak penting dengan terbentuknya desa definitif, dan pada 1986–1987, desa ini masih berada di bawah binaan Departemen Transmigrasi. Kepala desa pertama adalah Suharno Budiutomo, yang kemudian melanjutkan kepemimpinannya saat Desa Koya Barat resmi berdiri pada tahun 1988. Setelah Suharno, kepemimpinan desa diteruskan oleh Sri Pujiono (1991–1995) dan Decky Samai (1995–1999).

Pemekaran wilayah kecamatan terjadi pada tahun 1994, di mana wilayah Koya Barat dipisahkan dari Kecamatan Abepura dan dimasukkan ke dalam Kecamatan Persiapan Muara Tami. Kecamatan ini kemudian menjadi kecamatan definitif pada tahun 1997 dan berkembang pesat hingga awal 2000-an.

Perubahan penting kembali terjadi pada tahun 2002, ketika status Kecamatan Muara Tami berubah menjadi distrik, dan Desa Koya Barat secara administratif bertransformasi menjadi Kelurahan Koya Barat. Sejak itu, kelurahan ini dipimpin oleh sejumlah pejabat, yaitu Sugiman, S.STP (2000–2002), Takbir Sudiono, S.STP (2002–2005), Supriyanto, S.STP (2005–2010), Reuter Sabarofek, S.STP (2010–2022), dan kini dipimpin oleh Petrus Nero, S.STP sejak tahun 2022.

Kelurahan Koya Barat kini menjadi salah satu pusat pertumbuhan di wilayah perbatasan timur Indonesia, berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Wilayah ini terus berkembang sebagai kawasan strategis dalam sektor pertanian, perdagangan, dan aktivitas lintas batas, serta menjadi simbol keberhasilan pembangunan berbasis partisipasi masyarakat transmigrasi dan lokal. (Evu)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel